by

Gub Jabar , Aher Ingin IJK di Jabar Dorong Penguatan Sektor Riil

Seputar News/ 

KAB. BANDUNG – Pada 2017 sektor industri jasa keuangan (IJK) di Jawa Barat tumbuh positif. Hal ini sejalan dengan tingkat per tumbuhan ekonomi Jabar yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi secara na sional. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) pun ingin industri jasa keuangan – khususnya yang ada di Jawa Barat berperan dalam mengembangkan sektor riil.

Aher mengungkapkan hal tersebut dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2018 yang digelar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 2 Jawa Barat di Intercontinental Hotel Bandung, Jl. Resor Dago Pakar Raya 2B, Resor Dago Pakar, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Selasa (23/1/18).
“Kita ingin terus mengembangkan keuangan kita, jasa keuangan kita dalam rangka mengokohkan sektor riil yang menjadi ujung tombak pertumbuhan perekonomian kita,” ungkap Aher dalam sambutannya di hadapan sekitar 225 pelaku jasa keuangan di Jawa Barat.
Kepala OJK Regional 2 Jawa Barat Sarwono dalam laporannya menyampaikan, bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat selama 2017 terjaga cukup baik, yaitu pada Triwulan III tahun 2017 tercatat 5,19%. Kondisi tersebut sejalan dengan kinerja industri jasa keuangan Jawa Barat yang cukup stabil dan mengalami pertumbuhan pada 2017.
Berdasarkan Siaran Pers tertulis OJK yang diterima oleh Tim Peliput Humas Jabar di acara pertemuan tahunan ini, sektor Perbankan tetap mengalami pertumbuhan (ytd), dengan pertumbuhan aset 8,31%, DPK 7,77% dan kredit 6,31% walaupun pertumbuhan ini sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, fungsi intermediasi perbankan tergolong cukup optimal dengan LDR yang berada pada kisaran 90,09% – 91,33% dan NPL yang masih cukup terkendali pada level 4,01%.
Sementara dari sisi kinerja BPR/S di Jawa Barat mengalami pertumbuhan positif (ytd), yaitu pertumbuhan aset 7,27%, Dana Pihak Ketiga 7,00%, dan kredit 9,48%. Fungsi intermediasi BPR pun tergolong cukup tinggi, tercermin dari tingkat LDR rata-rata 101,01% namun dengan NPL yang cukup tinggi yaitu pada level 7,00% s.d. 8,83%.
Dari sektor pasar modal juga menunjukkan perkembangan yang positif. Sepanjang 2015-2017 total penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai angka sebesar Rp 17,5 Triliun yang dilakukan melalui penawaran umum, penawaran umum terbatas, Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) sejalan dengan dilakukannya pembangunan infrastruktur Bandara Kertajati.
Sementara itu, IKNB Jawa Barat selama setahun terakhir juga mengalami pertumbuhan yang positif dengan piutang pembiayaan yang tumbuh 10,37% (yoy) serta perbaikan risiko kredit bermasalah (NPF) yang tercatat dikisaran 2,64% atau turun dibandingkan posisi Juli 2017. Kinerja IKNB lainnya di Jawa Barat berupa LKM yang saat ini berjumlah 18 kantor, juga mengalami pertumbuhan dengan jumlah aset tercatat sebesar Rp 414,42 M, termasuk di dalamnya adalah 4 LKMS yang baru beroperasi pada Oktober 2017.
Kantor Regional 2 Jawa Barat selain melakukan pengawasan terhadap kinerja industri jasa Keuangan (IJK), juga memperhatikan kondisi literasi dan inklusi keuangan di Jawa Barat yang saat ini tergolong masih rendah, yaitu 38,70% dan 68,31%. Oleh karena itu, OJK baik sendiri maupun bekerjasama dengan IJK terus melakukan kegiatan-kegiatan edukasi baik kepada masyarakat, pelajar, mahasiswa, maupun karyawan professional serta mendorong IJK untuk mengakselerasi dan memperluas akses keuangan, sehingga dapat mendukung tercapainya target inklusi keuangan pemerintah sebesar 75% pada 2019.
Selain itu, untuk mendukung program Pemerintah, Kantor Regional 2 Jawa Barat melalui wadah TPAKD juga akan menginisiasi beberapa kegiatan dalam rangka meningkatkan akses keuangan dan pemberdayaan ekonomi rakyat, seperti:
• Mendorong pendirian LKM berbasis pesantren (LKMS)/Lembaga Swadaya Masyarakat,
• Mendorong pembentukan BUMDes yang berbadan hukum dan memiliki kegiatan usaha,
• Mendorong IJK khususnya perbankan untuk menyalurkan KUR lebih optimal dengan pendekatan cluster baik di sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.
• Mendorong BJB untuk lebih optimal dalam penyaluran Kredit Cinta Rakyat yang sumber dananya berasal dari dana bergulir milik Pemprov.
Sarwono mengatakan bahwa Industri Jasa Keuangan Jawa Barat 2018 memiliki peluang yang baik untuk terus tumbuh dan mendukung tercapainya perekonomian Jawa Barat yang lebih baik. Diantaranya karena; Jawa Barat adalah provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, suku bunga acuan yang cukup rendah, tingkat literasi dan inklusi keuangan yang akan terus ditingkatkan termasuk penetrasi pasar modal dan keberlanjutan program pembangunan infrastruktur Pemerintah Daerah, penghimpunan sumber dana dari pasar modal seperti RDPT, DIRE, Obligasi Ritel, dan Obligasi Daerah, berkembangnya layanan Fintech, serta tahun politik dilaksanakannya 17 pilkada secara serentak.
IJK Jawa Barat memiliki optimisme dalam mengarungi 2018, tercermin dari target pertumbuhan aset, DPK, dan kredit baik BU dan BPR yang lebih tinggi dibanding realisasi 2017. Kantor Regional 2 Jawa Barat berkomitmen untuk terus mendorong agar IJK di Jawa Barat tidak hanya memiliki kinerja yang baik, tetapi dapat berperan lebih kontributif melalui perluasan akses keuangan bagi masyarakat.
Pada kesempatan ini, Aher juga sempat menyinggung Suka Bunga Bank Indonesia yang semakin rendah. Kata Aher, suku bunga rendah ini harus bisa meningkatkan investasi. Karena bagi para nasabah atau investor suku bunga rendah akan mampu meningkatkan investasinya.
“Suku bunga rendah memicu investasi, memicu sektor riil semakin berkembang, sehingga pertumbuhan ekonomi itu hadir dari pertumbuhan produksi atau out put yang sangat baik. Dan itulah real perekonomian yang menjadi harapan kita bersama-sama,” kata Aher.
Selain itu, lanjut Aher, inflasi juga perlu dijaga dengan baik. Aher ingin inflasi rendah namun sebagai akibat dari output atau pertumbuhan produksi yang baik, serta meningkatnya investasi. “Karena inflasi rendah tidak boleh bergembira kalau akibat dari suku bunga tinggi dan investasi mandeg,” lajut Aher.
“Pada saat bersamaan kita juga berharap peran OJK semakin kokoh, semakin kuat untuk menyehatkan dan mengontrol industri keuangan kita. Tadi diungkapkan bahwa salah satu penyakit industri keuangan yang menggerogoti itu adalah investasi versi bodong. Ternyata masih laku ya, ada saja — baik investasi dalam industri jasa keuangan ataupun investasi industri jasa keuangan berorientasi ibadah. Harus hati-hati dan teliti,” imbau Aher.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida, pada kesempatan yang sama mengungkapkan, OJK setiap tahun melakukan pengawasan dan memberikan sanksi terhadap industri jasa keuangan yang melakukan pelanggaran. Hal ini dilakukan di semua sektor, perbankan, pasar modal, asuransi, dan IKNB.
Nurhaida mengatakan akan tetap fokus untuk melakukan pengawasan industri jasa keuangan secara terintegrasi untuk perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank melalui optimalisasi peran teknologi dalam proses pengawasannya dengan menerapkan standar internasional yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.
Sementara terkait arah kebijakan OJK pada 2018 ini, Nurhaida menjelaskan pihaknya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dia juga menekankan pada 2018 OJK akan memprioritaskan pertumbuhan infrastruktur; percepatan program industrialisasi; pemerataan kesejahteraan masyarakat, seperti melalui peningkatan literasi dan akses pembiayaan masyarakat, serta optimalisasi potensi ekonomi syariah; dan inklusi keuangan.
“Untuk pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan masyarakat, program-programnya sudah kita susun,” ucap Nurhaida.
Dalam sambutannya, menurut Nurhaida saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah kondisi makroekonomi dan sektor jasa keuangan yang kondusif. “Kami yakin sektor jasa keuangan mampu mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4 persen. Hal ini didukung oleh solidnya indikator sektor jasa keuangan baik dari sisi pemodalan dan likuiditas, maupun tingkat risiko yang terkendali,” ujarnya.
Hal tersebut memberikan landasan yang kuat bagi sektor jasa keuangan untuk lebih proaktif dalam menyediakan sumber pendanaan untuk mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian domestik.
Berdasarkan capaian 2017 dan dengan target pertumbuhan ekonomi 5,4% yang ditetapkan Pemerintah Pusat pada 2018, OJK memperkirakan kredit dan Dana Pihak Ketiga perbankan berpotensi untuk tumbuh di kisaran 10%-12%.
Selain itu, untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing industri jasa keuangan, OJK akan mendorong sinergi bank dan lembaga keuangan lainnya dalam pembiayaan proyek infrastruktur dan mengintensifkan penerapan teknologi dalam pengembangan produk dan layanannya.
Menyikapi perkembangan teknologi yang begitu pesat, OJK mendukung inovasi produk teknologi di sektor jasa keuangan (Fintech) selama produk tersebut bermanfaat bagi masyarakat namun tetap dalam koridor tata kelola yang baik berdasarkan asas TARIF (Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Fairness) agar aspek perlindungan masyarakat terpenuhi. Saat ini, terdapat 30 perusahaan FinTech P2P Lending yang terdaftar/berizin di OJK dan 36 perusahaan dalam proses pendaftaran. Total pembiayaan bisnis FinTech ini telah mencapai Rp 2,6 Triliun dengan 259.635 peminjam.
“Kami mengarahkan lembaga jasa keuangan agar meningkatkan sinergi dengan perusahaan Fintech ataupun mendirikan lini usaha Fintech. Kemudian menyikapi perkembangan cryptocurrency, OJK melarang lembaga jasa keuangan untuk menggunakan dan memasarkan produk yang tidak memiliki legalitas izin dari otoritas terkait,” pugkas Nurhaida.