by

Komisi 5 DPRD Prov Jabar, Abdul Hadi Wijaya, Kritik PPDB DI Jabar

Seputarnews.com/BANDUNG – Komisi 5 DPRD Provinsi Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya, mengkritik pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA dan SMK di Jabar yang masih kurang sosialisasi.

Akibatnya, masyarakat masih saja banyak yang mengeluhkan sistem zonasi dan antrean calon peserta didik baru hanya mengular di sekolah unggulan.

“Dewan merasa kecewa dan terkejut dengan PPDB tahun ini. Kami menilai harus ada tanggung jawab besar karena ternyata PPDB kali ini gagal dalam hal konsep dan sosialisasi,” kata Abdul Hadi di Kantor DPRD Provinsi Jabar, Selasa (18/6/2019).

Konsep PPDB kali ini, kata Abdul Hadi, secara nasional adalah proses penghilangan titel sekolah favorit dalam rangka distribusi pendidikan yang merata.

Masih Ada Sekolah Favorit dan Warga Keluhkan Zonasi, DPRD Kritisi Sosialisasi PPDB Jabar

Komisi 5 DPRD Provinsi Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya. – Tribun Jabar/Muhammad Syarif Abdussalam

Komisi 5 DPRD Provinsi Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya, mengkritik pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA dan SMK di Jabar yang masih kurang sosialisasi.

Akibatnya, masyarakat masih saja banyak yang mengeluhkan sistem zonasi dan antrean calon peserta didik baru hanya mengular di sekolah unggulan.

“Dewan merasa kecewa dan terkejut dengan PPDB tahun ini. Kami menilai harus ada tanggung jawab besar karena ternyata PPDB kali ini gagal dalam hal konsep dan sosialisasi,” kata Abdul Hadi di Kantor DPRD Provinsi Jabar, Kamis (20/6/2019).

Konsep PPDB kali ini, kata Abdul Hadi, secara nasional adalah proses penghilangan titel sekolah favorit dalam rangka distribusi pendidikan yang merata.

Filosofinya, katanya, semua sekolah haruslah berkualitas dan dapat dimasuki peserta didik baru yang tinggal paling dekat sekolah.

Baca juga:  Hadiahi Lansia Ayam Usai Divaksin, Ridwan Kamil Apresiasi Aparat Kreatif

Namun pada kenyataannya, menurut Abdul Hadi, tetap saja antrean panjang PPDB terjadi hanya di sekolah unggulan.

Sejumlah warga di Depok, Bandung, dan Garut pun, katanya, dilaporkan masih mengeluhkan sistem zonasi padahal seharusnya pemerintah sudah menyosialisasikannya sejak lama.

“Dalam prosesnya, Permendikbud 51 Tahun 2018 tentang PPDB sangat lama disosialisasikan. Saat berlangsung PPDB kami terus memantau, kenyataannya pada Senin pagi, antrean membeludak kebanyakan hanya di sekolah favorit. Artinya infonya tidak sampai,” katanya.

Abdul Hadi mengatakan masyarakat Bandung kebanyakan mengantre di SMAN 3, SMAN 8, dan SMAN 5.

Warga Depok kebanyakan mengantre di SMAN 1 dan SMAN 2 Depok.

Mereka pun, katanya, kebanyakan mengeluhkan sistem zonasi yang dinilai tidak luput dari kecurangan karena banyak siswa yang dinyatakan tinggal di sekitar sekolah padahal rumah aslinya berjarak jauh dari sekolah.