by

Gatot Nurmantyo Sempat Diajak Gulingkan Demokrat Namun…

Seputarnews.com/

Sosok Jenderal yang cerdas bisa menilai tawaran brutal.

JAKARTA – Mantan Panglima TNI (Purn) Gatot Nurmantyo memang bukan politikus.

Walau sempat ditawarin jajaran barisan Kudeta yang sekarang memunculkan KLB di Partai Demokrat (ASPAL).

Namun, Gatot berkomitmen menjunjung tinggi nilai atau value meski diiming-imingi menjadi ketua umum partai politik dengan cara-cara tidak lazim. Katanya

Dari wawancara Podcast di Kanal Youtube Bang Arif, terungkap bahwa dirinya pernah ditawari untuk menggantikan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Gatot tidak menyebutkan secara jelas, siapa saja politisi yang mendatanginya dengan tawaran “gila” itu.

Menurut Gatot, Demokrat partai besar. Siapa yang tidak mau menjadi ketua umumnya?

Namun ada etikanya. Saat ditawari jabatan ketua umum Partai Demokrat dengan cara mencongkel dan menggelar kongres luar biasa (KLB), Gatot langsung menolak.

Ini Contoh Sosok Jenderal yang dedikasinya cerdas, yang pantas menjadi Pemimpin Bangsa.

“Gatot sempat bilang terima kasih, tetapi moral dan etika saya tidak bisa menerima dengan cara seperti itu. Jelasnya

Akhirnya…. Saya bilang sudahlah, tidak usah bicara itu lagi,” katanya dalam rekaman wawancara video berdurasi 19.59 menit itu.

Kira-kira, skenarionya tidak jauh beda dengan rentetan peristiwa yang dilalui Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko hingga digelarnya KLB di The Hill Hotel dan Resort Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara (Sumut)

Gatot Nurmantyo yang juga deklarator dan Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu diwawancara Kanal Youtube.

Dalam keterangan videonya, tertulis “wawancara dilakukan Jumat, 5 Maret 2021, sebelum KLB Demokrat versi Sibolangit, Sumut, memutuskan KSP Moeldoko sebagai ketua umum.”

“ Kemudian saya katakan, politik kita sudah menyimpang dari Pancasila,” demikian obrolan Gatot sebelum mengungkap skenario yang ditawarkan kepada dirinya, mirip dengan rentetan cerita antara senior Demokrat dan Moeldoko.

Baca juga:  Gempa Bumi Robohkan Rumah Warga Sukabumi

Di sila keempat, katanya, itulah demokrasi Indonesia. “Jadi musyawarah itu sudah tidak ada. Voting. begitu voting, money politikcs pasti bisa terjadi. Anda bisa bayar…

Saat ditanya mengenai padangannya terhadap sikap dan penilaian publik terhadap Moeldoko yang mengambil alih Partai Demokrat, Gatot menolak berkomentar karena saat itu belum terjadi peristiwa pengambilalihan Partai Demokrat.

“Tetapi, banyak yang bertanya. Bapak juga digadang-gadang menjadi… (ketua umum)… Saya bilang, siapa sih yang tidak mau. Partai (Demokrat) dengan perolehan suara 8 persen, partai besar.. Ada juga yang datang sama saya.”

Dia mengakui, menggantikan AHY dengan cara mencongkel, itu tidak mungkin. Terlebih lagi, kariernya di TNI tak lepas dari perhatian SBY. “Saya ini bisa naik bintang satu, bintang dua, tarolah itu biasalah. Tapi begitu saya naik bintang tiga, itu presiden pasti tahu, kemudian jabatan Pangkostrad, pasti presiden tahu. Apalagi presidennya tentara, waktu itu, tidak sembarangan. Bahkan saya Pangkostrad dipanggil Pak SBY ke Istana. (Kata SBY) Kamu saya akan jadikan Kepala Staf Angkatan Darat. Saya katakan terima kasih dan saya akan pertanggungjawabkan… (Kata SBY) Laksanakan tugasmu dengan profesional. Cintai prajurit dan keluarga seganap hati dan pikiran…”

Nah, katanya lagi, “Apakah iya, saya dibesarkan oleh dua presiden, yakni (Presiden) SBY dan (Presiden) Jokowi, terus saya membalasnya dengan mencongkel anaknya?”

Menyimak obrolan Gatot, kita teringat dengan rentetan peristiwa “kudeta” AHY. Dimulai dari klu kudeta, penggembosan, pemecatan dan reaksi, KLB, dan ditutup dengan pemilihan dan pengangkatan ketua umum yang baru menggantikan AHY.

Upaya mendegradasi kepemimpin AHY, berawal dari adanya isu kudeta. Entah memang bocor atau sengaja dibocorkan, yang pasti terkuak adanya rencana mencongkel AHY dari posisi ketua umum dari pertemuan sejumlah politisi Demokrat dengan Moeldoko. Oleh AHY, kasak-kusuk di luar kepengurusan Demokrat itu disebut sebagai upaya kudeta.

Baca juga:  Gempa di NTB Waspadai Gempa Susulan

Dari isu ini, terjadi penggembosan dan pembenturan antara Partai Demokrat dengan PDI Perjuangan hingga pengungkapan masa lalu antara Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam isu ini, key message-nya adalah “Mega kecolongan dua kali” yang diungkap kali pertama oleh Marzuki Alie.

Setelah ribut-ribut, Demokrat akhirnya memecat tujuh kader seniornya, yaitu Darmizal, Yus Sudarso, Tri Yulianto, Jhoni Allen Marbun, Syofwatillah Mohzaib, Ahmad Yahya, dan Marzuki Alie. Ada pemecatan, ada reaksi. Kemudian, digelarlah kongres luar biasa di Deli Serdang, Sumut, Jumat (5/3).

Sejurus kemudian, Moeldoko diputuskan dalam KLB itu sebagai ketua umum Partai Demokrat, dan AHY dinyatakan demisoner. “Dengan ini memutuskan Bapak Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021-2025,” kata Jhoni Allen selaku pimpinan sidang.

KLB tersebut juga menetapkan Marzuki Alie menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat periode 2021-2025. “Sehingga dengan keputusan ini, maka Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dinyatakan demisioner,” ujar Jhoni Allen.